Oleh:Iwan Marwan
Tgl,23 Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN
MASRAKAT MADANI
Sejarah
awal munculnya istilah masrakat madani bermula ketika nabi muhammat saw. Hijrah
di kota yasrib, sebua kota yang subur yang terletak di sebelah utara kota
mekah. setelah nabi muhammat saw. Mapan di kota itu, beliau mengubah nama kota
itu dengan nama al-madinah,yang artinya ‘kota’. secara konvensional, perkataan
madinah di artikan sebagai ‘kota’ akan tetapi secara ilmu kesastran, kata itu
mengandung kata ‘peradaban’. Dalam bahasa arab, ‘peradaban’ memang di ungkapkan
dalam kata-kata’madaniyyah’ atau ‘tamaddun’. Oleh karna itu tindakan nabi
muhammat saw. Menggantikan nama kota yasrib menjadi madaniyyah merupakan
pernyataan niat atau proklamasi bahwa iya bersama para pendukungnya yang
terdiri atas kaum muhajjirin dan ansar hendak mendirikan dan membangun masrakat
yang beradab.
Tidak lama setelah menetap di
madinah, nabi muhammat saw. bersama semua unsure penduduk madinah meletakkan
secara kongkrit dasar-dasar masrakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup
bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai piagam madinah.dalam dokumen
itu, ummat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada wawasan
kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi serta tanggung jawap social dan
politik, khususnya pertahanan secara bersama.
BAB II
PEMBAHASAAN
A. PENGERTIAN
MASRAKAT MADANI
Sejarah awal munculnya istilah
masrakat madani bermula ketika nabi muhammat saw. Hijrah di kota yasrib, sebua
kota yang subur yang terletak di sebelah utara kota mekah. setelah nabi
muhammat saw. Mapan di kota itu, beliau mengubah nama kota itu dengan nama
al-madinah,yang artinya ‘kota’. secara konvensional, perkataan madinah di
artikan sebagai ‘kota’ akan tetapi secara ilmu kesastran, kata itu mengandung
kata ‘peradaban’. Dalam bahasa arab, ‘peradaban’ memang di ungkapkan dalam
kata-kata’madaniyyah’ atau ‘tamaddun’. Oleh karna itu tindakan nabi muhammat
saw. Menggantikan nama kota yasrib menjadi madaniyyah merupakan pernyataan niat
atau proklamasi bahwa iya bersama para pendukungnya yang terdiri atas kaum muhajjirin
dan ansar hendak mendirikan dan membangun masrakat yang beradab.
Tidak lama setelah menetap di
madinah, nabi muhammat saw. bersama semua unsure penduduk madinah meletakkan
secara kongkrit dasar-dasar masrakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup
bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai piagam madinah.dalam dokumen
itu, ummat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada wawasan
kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi serta tanggung jawap social dan
politik, khususnya pertahanan secara bersama.
A.Devenisi
Masrakat Madani
Pada era tahun 1990-an istilah
masrakat madani atau civil society kembali popular dan banyak di perbincangkan
dalam kehidupan sehari-hari kita. Di indinesia, terma atau istilah civil
society diterjemahkan dengan pengertian yang beragam, seperti sebutan masrakat
sipil (Mansour Faqih), masrakat madani (Dato Sari Ibrahim, kemudian di
populerkan lebih jauh oleh Nurcholis Madjit), masrakat kewarganegaraan (M.Ryas
Rasyid), korporatisme masrakat (Ramlan Surbakti),kemudian civil society itu sendiri oleh (Muhammat A.S Hikam).
Masrakat madani adalah masrakat yang
berperadaban. Didalam nya terdapat keterbukaan sehingga ada juga yang
menyebutnya sebagai masrakat terbuka. Masrakat madani menghargai dan mengakui
adanya kebersamaan dalam semua aspek kehidupan dan juga terdapat hak dan
kebebasan asasi manusia, demokratisasi dalam pemerintah dab keberpolitikan, dan
juga peluang yang seluas-luasnya kepada masrakat untuk berperan dalam berabagai
urusan kehidupan tampa harus berada pada jalur-jalur formal. Oleh karna itu,
ada yang mengangap filosofi tentang masrakat madani pada dasarnya adalah
filsafat tentang lembaga suadaya masrakat yang menguatkan kelas menengah dalam
kehidupan ekonomi.
Masrakat madani yang di kembangkan
sekarang memiliki sejarah tersendiri. Dalam masrakat madani akan dilihat dan
diselidiki konsep-konsep yang berkaitan dengan hal tersebut sebagai suatu
bentuk dialog islam dengan modernisasi. Masrakat madani kadang di pahami
sebagai masrakat sipil karna di terjemahkan dari konsep civil society yang lahir dari abad dari abad ke XVIII, dengan
tokohnya John Locke dan Montesquieu.
Masrakat madani adalah masrakat yang
berperadaban dan bukan lah masrakat yang biadap. Kata sipil dalam civil society memang berarti warga,
sehingga ada juga cenderung menerjemahkannya dengan masrakat kewargaan. Akan
tetapi, dari akar kata tersebut muncul kata Civilization
yang berarti peradaban. Begitu juga kata madani yang juga merupakan padanan
dari kata ‘madina’ yang berarti kota. Juga dapat di lahirkan kata ‘tamddun’
dalam bahasa arab juga memilkii arti peradaban.
Gerakan kemasrakatan (social movment) adalah bagian yang
esensial dan merupakan pertanda kehadiran masrakat sipil. Akan tetapi, dengan
system komunis pun sebua masrakat sipil bisa tumbuh,walaupun ia tumbuh sebagai
kekuatan reaksi atau antithesis terhadap dominasi Negara. Pemerintah yang totaliter
tidah mampu menemukali tumbuhnya masrakat sipil sebagai mana yang di lihat di
Negara-negara demokrasi liberal. Serikat buruh yang di harapkan mendukung
pemerintah ternyata justru berkembang menjadi masrakat sipil. Dalam kasus
polandia (1980) kesadaran sipil tumbuh dari masrakat khatolik yang kuat. Gereja
khatolik ternyata mampu mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat dan
karna itu menjadi lembaga dalam masrakat sipil. Berbagai pemikiran dilontarkan
seputar civil society (yang di Indonesia di terjemahkan dalam
masrakat sipil atau masrakat madani). Dalam arti masrakat madani di anggap
sebagai imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia barat,
khususnya di Negara-negara industry maju di eropa barat dan amerika serikat.
Perbedaan terjemahan atau pengertian
mengenai civil society tersebut
didasarkan pada diantara mereka dalam sudut pandang. Selain itu,mereka
terpengaruh kuat oleh konsep-konsep civil
society yang telah di kembangkan
oleh para ilmuan sebelumnya,khususnya ilmuan dari barat . untuk mengetahui
konsep civil society yang telah
berkembang sebelumnya, berikut ini bebrapa pemikiran ilmuan barat maupun para
ilmuan sosilogi tenteng civil society
yaitu ;
·
Cicero
mengatakan bahwa Civil
society adalah masrakat politik yang memiliki kode hukum sebagai dasar
pengaturan hukum. Pengertian ini erat kaitan nya dengan konsep warga romawi
yang hidup di kota-kota yang memiliki kode hukum (ius civile),sebagai cirri
dari masrakat beradap di banding dengan warga diluar romawi yang di anggapbelum
beradap.
·
Jhon Locke
mendefenisikan civil
society sebagai masrakat politik. Ia di hadapkan dengan otoritas paternal atau
keadan alami (state of nature) masrakat yang damai,penuh kebajikan,saling
melindungi, penuh kebebasan,tidak ada rasa takut dan penuh kesetaraan. Keadean
itu berubah setelah manusia menemukan system moneter dan uang.
·
Jean Jaques Rousseau
sumbangan atas konsep
civil society,adalah karna pendapatnya tentang kontrak social (social
contrast)-masrakat terwujut akibat kontrak social. Ia juga mempunyai konsep
alamia-manusia didorong untuk cinta pada diri sendiri yang membuatnya selalu
menjaga kesalamatan dirinya sendiri dan naluri untuk memuaskan
keinginan-keinginan manusiawinya.manusia pada dasarnya memiliki
kebaikan-kebaikan alamiah (natural goodness) bila terjadi perang,itu bukan
fenomena alamia,melainkan fenomena social.
·
Hegel
berpendapat civil
society adalah bagian dari tatanan politik secara keseluruhan. Bagian dari
tatanan politik lain adalah Negara (state) civil society yang di maksut adalah
perkumpulan merdeka adalah seorang yang membentuk burgeliche gesellcfhaft (bourgeois
society). Bagi HEGEL,Negara merupakan perwujudan ‘’jiwa mutlak’’ (absolute
idea) yang bersifat unik karna memiliki
logika, system berpikir dan berprilaku tersendiri yang berbeda dengan lembaga
politik lain (civil society)
·
Antonio Gramci
memisahkan civil
society di satu sisi dan Negara di satu sisi yang lain. Civil society melawan
hegemoni Negara. Ia mendefinisikan civil society sebagai organism yang di sebut
‘’privat’’ dengan masrakat politik dengan disebut Negara. Wilayah-wilayah
institute itu,antara lain gereja,serikat-pekrja dan dagang, serta lembaga
pendidikan.
·
Thomas Paine
mendefinisikan civil
society dimulai dari merebeknya tradisi individualisme di amerika serikat,
peraturan-peraturan pemerintah, rule of law, dan kekuatan militer.
·
Ernest Gellner
civil society adalah
‘’masrakat yang terdiri atas institusi non-pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk mengimbangi
negara’’.
·
Alexic de Tocqueville
civil society dapat
didefenisikan wilayah-wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan
bercirikan, antra lain, kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating), kemandirian
yang tinggi berhadapan dengan Negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau
nilai-nilai hukum yang di ikuti oleh warganya.
Bertolak dari pemikiran-pemikiran
mengenai civil society diats, Adi
Suryadi Culla (1999) melihat empat perspektif dalam memandang civil society ; (1). Perspektif yang
memandang hubungan masrakat dan Negara secara berhadapan secara dyadic, (2). Masrakat dan Negara
(sebagai masrakat politik) sebagai dua entitas yang secara rasional dan
fungsional tidak terpisahkan; (3). Perspektif yang memandang hubungan
masrakat dan Negara tidak dalam konteks dyadic, sebagai dua entitas yang selalu
berhadapan, dalam situasi konflik; (4). Perspektif yang memandang civil society
di pisahkan dari tiga entitas lainnya, Negara masrakat politik (political state), dan masrakat ekonomi (economic state).
Muhammad A.S Hikman (1996) secara
ringkas menyebutkan, bahwa sebagai mana di konsepkan oleh pelopornya di atas,
civil society memiliki tiga cirri utama : (1). Adanya kemanndirian yang cukup
tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masrakat, utamanya ketika berhadapan
dengan Negara : (2) . adanya ruang pablic
bebas sebagai wahana dalam keterlibatan politik secara aktif dari warga melalui
wacana dan praktis yang berkaitan dengan kepentingan public; (3). Adanya
kemampuan untuk membatasi kuasa Negara agar ia tidak interfensionis.
Terlepas dari pengertian beberapa
cendekiaan diatas, Istilah masrakat madani pertama kali diperkenalkan di
Indonesia oleh Anwar Ibrahim (yang
saat itu menjabat sebagai mentri keuangan dan timbalan perdana mentri Malaysia)
dalam cerama symposium nasional dalam rangka forum ilmia pada festifal
istiqlal,tanggal 26 september 1995. Terma tersebut diterjemahkan dari bahasa
Arab ‘’mujtama’madani’’ yang di perkenalkan oleh Prof.Naquib Attas, seorang
ahli sejarah dan peradaban islam dari Malaysia. Pada era revormasi B.J. Habibie
sebagai presiden pada masa transisi telah mempopulerkan konsep masrakat
madani.Presiden B.J. Habibie pernah mengeluarkan keputusan Presiden No.198 tahun 1998 pada tgl 27 februari 1999 untuk
membentuk suatu lembaga dengan tugas merumuskan dan mensosialisasikan konsep
masrakat madani. Konsep masrakat madani di kembangkan untuk menggantikan
paradigm lama yang menekankan pada stabilitas dan keamanan yang terbukti suda
tidak cocok lagi.
Konsep masrakat madani yang
bersumber pada piagam Madinah diidentikan dengan masrakat yang berbudi luhur
atau berahlak mulia. Dalam hal itu ada beberapa syarat untuk mewujutkan
masrakat Madanih di uraikan sebagai berikut;(1). Masrakat madanih harus berdiri tegak di atas landasan keadilan,
yang bersendikan keteguhan dan berpegang pada hukum;(2). Masrakat Madanih akan terwujut apabila terdapat semangat keterbukaan
dalam masrakat.keterbukaan adalah konsekwensi dari prikemanusian,suatu pandangan yang melibatkan sesame manusia secara positif dan optimis.
(3). Manusia di pandang sebagai makhluk yang
mempunyai potensi untuk benar dan baik.oleh karna itu setiap orang mempunyai
potensi untuk menyatakan pendapat untuk di dengar;(4). Ditegakkannya nilai-nilai hubungan social yang luhur
seperti toleransi dan pluralism.Nilai-nilai tersebut merupakan wujut dari
peradaban.
C. Dinamika Peran Masrakat Madani di Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak pilar
bagi berdiri nya masrakat madani. Pilar disini,
yaitu lembaga-lembaga atau institute-institute penegak yang menjadi
bagian dari social control yang
berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta
mampu memperjuangkan aspirasi masrakat yang tertindas. Dalam penegakan civil society, pilar-pilar tersebut
menjadi prasarat mutlak bagi terwujutnnya kekuatan civil society. Pilar-pilar tersebut antara lain gerakan mahasiswa,
lembaga sumberdaya masrakat (LSM) dan Pers, supermasi hukum dan perguruan
tinggi.
Untuk konteks Indonesia, pilar-pilar
yang terus berkontribusi bagi penegakan civil
society, yakni ; pertama, gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa bagai manapun menurut M. Alfan Alfian M, merupakan
fenomena yang layak di cermati , antara lain di sebabkan posisinya yang
relative independen dan cenderung masih dominan menampakan idealismenya.gerakan
mahasiswa, untuk membedakannya dengan gerakan-gerakan lai, memiliki nuansa yang
pas, antara lain disebabkan ‘’posisi istimewa’’ di tengah-tengah masrakat pada
umumnya. Mereka hadir dari kampong tempat menimpah ilmu dan mengembangkan
kebebasan mimbar akademik. Kondisi lingkungan social sekitarnya,menuntut
mahasiswa untuk memberikan respons yang konskruktif.karna mahasiswa masih di
asumsikan memiliki ‘’idealisme yang murni’’ untuk menyuarakan suara-suara
moralnya.
Kedua, Lembaga sumberdaya
masrakat (LSM) sebagai civil society
di Indonesia. Dalam kajian tim ICCE UIN Jakarta, LSM diartikan sebagai
institusi social yang dibentuk oleh suadaya masrakat yang tugas esensinya
adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masrakat yang
tertindas. Selain itu,LSM dalam konteks civil
society juga bertugas menyelenggarakan empouwring
(pemberdayaan) kepada masrakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti advokasi, pelatihan, dan sosialisasi program-program pembangunan masrakat. Dan ketiga pers sebagai pilar civil society. Pilar ini merupakan
institusi yang penting dalam penegakan civil
society karna dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social
control yang dapat menganalisis serta mempublikasikan berbagai kebijakan
pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya. Hal tersebut pada giliran nya
mengarah pada adanya indenpendensi pers serta mampu menyajikan berita atau
informasi secara transparan dan objektif.
Baik
mahasiswa, LSM, dan Pers di satukan oleh kesamaan satu kepentingan di antara
mereka, yakni bagaimana demokrasi (dan proses reformasi) bisa dikawal. Perlu di
pikirkan dan di agendakan apakah ke tiga pilar ini merupakan kekuatan civil society yang berorientasi
memperkuat wacana dan proyek neoliberalisme, atau kah sebaliknya, memperkuat basis
gerakan social untuk memperjuangkan demokrasi kerakyatan sebagai orientasi
utamanya. Wassalam..!!!!!