BEHASISWA JEMBATAN KAPITALISME PENDIDIKAN
Oleh: Iwan Marwan
Ciri khas mahasiswa
adalah cara berpikir yang ilmia dan berpegang pada Ideologi yang memiliki tiga
watak dasar yaitu; idealisme, realistis,
dan fleksibel. yang sejatinya membentuk paradikma setiap mahasiswa yang
memahami eksistensi sebagai seorang maha yang di perhitungan di setiap hiruk
pikuk realitas sosial dan diagungkan oleh masrakat Marhaenis. Karna Paradikma
menurut Mansur Fakih adalah konstelasi teori, pertanyaan pendekatan dan
prosedur yang digunakan. Itu artinya mahasiswa saat ini kemudian menjadi
bumerang jika di kritisi dengan realistis, hingga sebagai seorang junyor
terkadang menjadikanya sebuah kegelisaan
yang selalu hadir bagaikan virus yang merasuk dalam alam pikiran yang kita anut
dengan segala bentuk polemik dan prablem yang tak terselesaikan saat ini.
Sejarah Nasionalisme
Bangsa Indonesia merupakan sejarahnya kaum muda, dengan segala bentuk
penghormatan dan penghargaan terhadap kaum muda di masa lampau tatkala mampu
menciptakan babak sejarah peradaban yang dimulai di tahun 1908 hingga tahun
1945 yang mencapai sebuah kemerdekaan sebagai jembatan emas (kata Bung Karno)
kemudian di lanjutkan tahun 1966 yang meruntuhkan kekuasan orde lama dan 1998
meruntuhkan kekuasaan orde baru dan terbitlah yang namanya Revormasi. itu
artinya bahwa sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia tentu sangat berbeda dengan
sejarah perjuangan Bangsa-Bangsa lain di dunia. karna sejarah kemerdekan Bangsa
Indonesia merupakan sejarahnya kaum muda, sehingga yang di wariskan kepada kaum
muda angkatan 1966 dan 1998 adalah napas perjuangan bukan Pegawai Negri Sipil
(PNS).
Di dalam sejarah
pergerakan pemuda dan mahasiswa,
mahasiswa angkatan tahun 1966 yang di motori oleh Kosmos Batubara, Akbar Tanjung, Abdul Gafur dkk merupakan
penyokok Orde Baru yang otoriter dan sangat totaliter terkecuali Soe Hoe Gie.
Pada tahun 1973 Suara mahasiswa mulai di bungkam, dan dijauhkan dari merespon
relitas sosial politik dengan dalil Netralitas Ilmia.
Dengan dalil
restrukturisasi ormas pemuda, Pemerintah orde baru yang di dukung oleh aktivis
1966 telah men-deideologisasi dan depolitisasi pemuda dan mahasiswa dengan
membentuk sebuah medyum yang di kenal dengan KNPI yang di deklarasi di tahun
1973. menjelang 5 tahun kemudian yakni tahun 1978 Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan Daoet Yoesuep menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK). Dalam konsepsi NKK, normalisasi di terjemahkan sebagai pembatasan
eksistensi dan ruang gerak politik praktis mahasiswa di kampus. Intinya Kampus
di arahkan pada hal-hal yang bersifat ‘’Student Needt’’ (pengadaan Buku Murah, dan
Behasiswa). ini lah Warisan Orde baru yang sesat dan yang Pragmatis
hingga mencapai klimaknya kekuasaan orde baru dan hingga detik ini.
Berdasarkan penjelasan
di atas ternyata BEHASISWA merupakan benih yang di tiupkan kedalam alam
Revormasi yang cacat, guna mengisolasi Paradikma mahasiswa untuk tidak ikut
mengambil peran dalam merespon masalah sosial, ekonomi, dan politik. Namun
memiliki tujuan positif yakni ikut membantu generasi muda dalam menikmati hak
Pendidikanya sebagai warga negara yang tidak mampu dalam sisi ekonomi. Namun
ternyata, kacamata idealisme mengungkapkan bahwa Negara dan Daerah tidak
menjamin generasi muda yang Miskin untuk berpendidikan sehingga Eko Prasetyo
kemudian menulis sebuah buku yang berjudul ‘’Orang Miskin di Larang Sekolah’’
guna mengritisi problem pendidikan sesuai dengan Kondisi yang terjadi di
perguruan tinggi.
Secara logika
hukum, Behasiswa merupakan bagian dari
implementasi UUD 1945 dalam pasal 31, sebagaimana diwujut nyatakan di setiap
Universitas Negri maupun Swasta se-indonesia dan behasiswa juga bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana interpretasi dari makna pembukaan UUD
1945 alenea ke lima. Namun di untukan
Rakyat yang tidak mampu atau miskin. Misalkan
behasiswa BIDIKMISI yang di anggarkan dari Dinas Sosial dengan Tujuan
membantu generasi muda yang cerdas tapi tidak memiliki dukungan ekonomi untuk mengenyam
pendidikan di perguruan tinggi.
Akan tetapi, yang
menerima behasiswa adalah orang-orang yang bukan tergolong tidak mampu
(miskin), melainkan orang-orang yang mampu dari sisi ekonomi secara umum. Mengapa
saya katakan demikian, karna yang menjadi indikasi saya adalah Menurut PBB
kemiskinan adalah merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati
segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti
tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup, kebebasan, pendidikan lanjut,
harga diri dan rasa dihormati oleh orang lain. (Kuncoro 1987). Pada dasarnya Ukuran kemiskinan menurut Titus
(dalam Bashit,2002) yang dapat di terima secara global adalah jika
penghasilanya tidak bisa memberikan kita makan, atau tidak bisah menghidupi
kehidupan kita sehari-hari.
Berdasarkan realitas
yang terjadi di beberapa Universitas Perguruan Tinggi di Prov. Makulu Utara
ternyata sarat dengan inkonstitusional, keluar dari Norma hukum dan cita-cita
Bangsa Indonesia. karna mahasiswa yang menerima behasiswa tidak bisah di
golongkan miskin berdasarkan indikisi PBB telah memodifikasi dirinya, dan tindakan yang di lakukan oleh lembaga
perguruan tinggi telah mengajari tindakan yang tidak benar menurut hukum. dan
kemudian, mahasiswa yang memodivikasi kemiskinan dengan tujuan mendapatkan
Behasiswa khususnya BIDIKMISI merupakan tindakan yang melacuri eksistensi
keluarganya.
Seksinya Kemiskinan dan
menjadi perhatian negara dan dunia sehingga di jadikan sebagai komoditas
penghasilan uang oleh mahasiswa saat ini, walaupun uang itu bukan Untuk mereka
dan terkategori tindakan KKN. Dan mahasiswa telah melakukan praktek penghisapan
(watak kapitalis). kemudian yang paling menyesatkan lagi adalah manfaat dan
kegunaan behasiswa yang tidak terarah pada peningkatan Mutu mahasiswa namun malah di gunakan untuk memenuhi kebutuhan Sekunder
(peningkatan Samsung Galaxi). Dalam teori semiotika kemudian menjelaskan bahwa
komodifikasi kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan sekunder merupakan praktek
kapitalisme pendidikan.
Dimanakah peran lembaga
perguruan tinggi untuk memanusiakan anak manusia? Semestinya, Universitas lebih
tanggap dalam mengalokasikan behasiswa bukan malah turut mengajarkan kepada
mahasiswa untuk memakan hak orang lain. saya berspakat dengan Drs.Mohtar M Adam
yang mengatakan bahwa lembaga perguruan tinggi telah gagal memproduksi
sarjana-sarjana muda di maluku utara.
Apakah prablem mendasar yang melanda di
kalangan pemuda mahasiswa saat ini harus di salahkan pada lembaga pendidikan
atau kah ini adalah bagian dari pada dosa-dosa politik praktis yang kita
tanggung sebagai anak negri, kiranya tidak demikian juga, jika kita realistis
dan berani jujur saling mengevaluasi. Meminjam istilah Drs. Muhammat Thalib
Mahasiswa dan Dosen Telah Kafir dalam Berpikir.
Referensi:
Muhammad Fakri.Msi,
2014. Miskin atau Dimiskinkan. Malang, Insan Cita.
Saiful Totona. Msi,
2010. Miskin Itu Menjual. Magelang, Resis Book.
Ahmad Suhawi, Gymnastik
Politik Radikal Nasional. Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar