Kamis, 14 Mei 2015

Opini Kampus



BEHASISWA JEMBATAN KAPITALISME PENDIDIKAN

Oleh: Iwan Marwan

Ciri khas mahasiswa adalah cara berpikir yang ilmia dan berpegang pada Ideologi yang memiliki tiga watak dasar  yaitu; idealisme, realistis, dan fleksibel. yang sejatinya membentuk paradikma setiap mahasiswa yang memahami eksistensi sebagai seorang maha yang di perhitungan di setiap hiruk pikuk realitas sosial dan diagungkan oleh masrakat Marhaenis. Karna Paradikma menurut Mansur Fakih adalah konstelasi teori, pertanyaan pendekatan dan prosedur yang digunakan. Itu artinya mahasiswa saat ini kemudian menjadi bumerang jika di kritisi dengan realistis, hingga sebagai seorang junyor terkadang menjadikanya  sebuah kegelisaan yang selalu hadir bagaikan virus yang merasuk dalam alam pikiran yang kita anut dengan segala bentuk polemik dan prablem yang tak terselesaikan saat ini.

Sejarah Nasionalisme Bangsa Indonesia merupakan sejarahnya kaum muda, dengan segala bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap kaum muda di masa lampau tatkala mampu menciptakan babak sejarah peradaban yang dimulai di tahun 1908 hingga tahun 1945 yang mencapai sebuah kemerdekaan sebagai jembatan emas (kata Bung Karno) kemudian di lanjutkan tahun 1966 yang meruntuhkan kekuasan orde lama dan 1998 meruntuhkan kekuasaan orde baru dan terbitlah yang namanya Revormasi. itu artinya bahwa sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia tentu sangat berbeda dengan sejarah perjuangan Bangsa-Bangsa lain di dunia. karna sejarah kemerdekan Bangsa Indonesia merupakan sejarahnya kaum muda, sehingga yang di wariskan kepada kaum muda angkatan 1966 dan 1998 adalah napas perjuangan bukan Pegawai Negri Sipil (PNS).

Di dalam sejarah pergerakan pemuda dan mahasiswa,  mahasiswa angkatan tahun 1966 yang di motori oleh Kosmos Batubara,  Akbar Tanjung, Abdul Gafur dkk merupakan penyokok Orde Baru yang otoriter dan sangat totaliter terkecuali Soe Hoe Gie. Pada tahun 1973 Suara mahasiswa mulai di bungkam, dan dijauhkan dari merespon relitas sosial politik dengan dalil Netralitas Ilmia.

Dengan dalil restrukturisasi ormas pemuda, Pemerintah orde baru yang di dukung oleh aktivis 1966 telah men-deideologisasi dan depolitisasi pemuda dan mahasiswa dengan membentuk sebuah medyum yang di kenal dengan KNPI yang di deklarasi di tahun 1973. menjelang 5 tahun kemudian yakni tahun 1978 Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Daoet Yoesuep menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Dalam konsepsi NKK, normalisasi di terjemahkan sebagai pembatasan eksistensi dan ruang gerak politik praktis mahasiswa di kampus. Intinya Kampus di arahkan pada hal-hal yang bersifat ‘’Student Needt’’ (pengadaan Buku Murah, dan Behasiswa). ini lah Warisan Orde baru yang sesat dan yang Pragmatis hingga mencapai klimaknya kekuasaan orde baru dan hingga detik ini.

Berdasarkan penjelasan di atas ternyata BEHASISWA merupakan benih yang di tiupkan kedalam alam Revormasi yang cacat, guna mengisolasi Paradikma mahasiswa untuk tidak ikut mengambil peran dalam merespon masalah sosial, ekonomi, dan politik. Namun memiliki tujuan positif yakni ikut membantu generasi muda dalam menikmati hak Pendidikanya sebagai warga negara yang tidak mampu dalam sisi ekonomi. Namun ternyata, kacamata idealisme mengungkapkan bahwa Negara dan Daerah tidak menjamin generasi muda yang Miskin untuk berpendidikan sehingga Eko Prasetyo kemudian menulis sebuah buku yang berjudul ‘’Orang Miskin di Larang Sekolah’’ guna mengritisi problem pendidikan sesuai dengan Kondisi yang terjadi di perguruan tinggi.

Secara logika hukum,  Behasiswa merupakan bagian dari implementasi UUD 1945 dalam pasal 31, sebagaimana diwujut nyatakan di setiap Universitas Negri maupun Swasta se-indonesia dan behasiswa juga bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana interpretasi dari makna pembukaan UUD 1945 alenea ke  lima. Namun di untukan Rakyat yang tidak mampu atau miskin. Misalkan  behasiswa BIDIKMISI yang di anggarkan dari Dinas Sosial dengan Tujuan membantu generasi muda yang cerdas tapi tidak memiliki dukungan ekonomi untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Akan tetapi, yang menerima behasiswa adalah orang-orang yang bukan tergolong tidak mampu (miskin), melainkan orang-orang yang mampu dari sisi ekonomi secara umum. Mengapa saya katakan demikian, karna yang menjadi indikasi saya adalah Menurut PBB kemiskinan adalah merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup, kebebasan, pendidikan lanjut, harga diri dan rasa dihormati oleh orang lain. (Kuncoro 1987).  Pada dasarnya Ukuran kemiskinan menurut Titus (dalam Bashit,2002) yang dapat di terima secara global adalah jika penghasilanya tidak bisa memberikan kita makan, atau tidak bisah menghidupi kehidupan kita sehari-hari.
Berdasarkan realitas yang terjadi di beberapa Universitas Perguruan Tinggi di Prov. Makulu Utara ternyata sarat dengan inkonstitusional, keluar dari Norma hukum dan cita-cita Bangsa Indonesia. karna mahasiswa yang menerima behasiswa tidak bisah di golongkan miskin berdasarkan indikisi PBB telah memodifikasi dirinya, dan  tindakan yang di lakukan oleh lembaga perguruan tinggi telah mengajari tindakan yang tidak benar menurut hukum. dan kemudian, mahasiswa yang memodivikasi kemiskinan dengan tujuan mendapatkan Behasiswa khususnya BIDIKMISI merupakan tindakan yang melacuri eksistensi keluarganya.
Seksinya Kemiskinan dan menjadi perhatian negara dan dunia sehingga di jadikan sebagai komoditas penghasilan uang oleh mahasiswa saat ini, walaupun uang itu bukan Untuk mereka dan terkategori tindakan KKN. Dan mahasiswa telah melakukan praktek penghisapan (watak kapitalis). kemudian yang paling menyesatkan lagi adalah manfaat dan kegunaan behasiswa yang tidak terarah pada peningkatan Mutu mahasiswa namun  malah di gunakan untuk memenuhi kebutuhan Sekunder (peningkatan Samsung Galaxi). Dalam teori semiotika kemudian menjelaskan bahwa komodifikasi kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan sekunder merupakan praktek kapitalisme pendidikan.
Dimanakah peran lembaga perguruan tinggi untuk memanusiakan anak manusia? Semestinya, Universitas lebih tanggap dalam mengalokasikan behasiswa bukan malah turut mengajarkan kepada mahasiswa untuk memakan hak orang lain. saya berspakat dengan Drs.Mohtar M Adam yang mengatakan bahwa lembaga perguruan tinggi telah gagal memproduksi sarjana-sarjana muda di maluku utara.
 Apakah prablem mendasar yang melanda di kalangan pemuda mahasiswa saat ini harus di salahkan pada lembaga pendidikan atau kah ini adalah bagian dari pada dosa-dosa politik praktis yang kita tanggung sebagai anak negri, kiranya tidak demikian juga, jika kita realistis dan berani jujur saling mengevaluasi. Meminjam istilah Drs. Muhammat Thalib Mahasiswa dan Dosen Telah Kafir dalam Berpikir.




Referensi:
Muhammad Fakri.Msi, 2014. Miskin atau Dimiskinkan. Malang, Insan Cita.
Saiful Totona. Msi, 2010. Miskin Itu Menjual. Magelang, Resis Book.
Ahmad Suhawi, Gymnastik Politik Radikal Nasional. Surabaya.

Tidak ada komentar: